visit on my page

Tuesday, July 3, 2018

Mari Mulai Berpetualang di Celebes - central of sulawesi




Ini adalah salah satu hal yang paling dan selalu teringat di benak saya. Ceritanya Panjang, dan akan saya cicil sedikit demi sedikit. Jadi ceritanya belum lama saya menyelami profesi sebagai seorang pengukur alias surveyor, saya langsung dihadapkan pada medan yang cukup mencengangkan. Setelah sebelumnya bergelut dengan pengukuran tingkat rendah di BPN. Bahkan (kata bapak mertua saya yang sudah berprofesi sebagai surveyor selama 30 tahun) ini adalah medan terberat dan terekstrim. Seheboh apa sih? Atau saya lebay? Ikuti saja cerita berseri saya. Jujur saya sendiri bingung mau mulai dari mana.

Sebuah mega proyek bernama BENDUNGAN SURUMANA mengantarkan saya ke daerah ini. Sulawesi tengah, Donggala, Watatu, Ongulara. Saya melakukan pengerjaan LARAP di bantaran sungai SURUMANA yang sedianya akan dibendung. Bendungan akan dibangun di desa Ongulara. Proyek presiden Jokowi ini bukan main main. Salah satu sungai besar di kabupaten Donggala akan dibendung. Bukan hanya bendung, namun bendungan. Bendungan pasti akan membuat air sungai menggenang, dan area genangan itu yang akan saya tentukan seberapa besar luasnya dan punya siapa saja. Kemudian didata untuk diberikan ganti rugi baik dari segi bidang luas tanah, bangunan yang ada di atasnya, maupun pepohonan yang tumbuh disana. Seberapa banyak atau luas sih? Yah, lebih dari 20 km sepanjang bantaran sungai Surumana dari rencana bangunan bendungan naik ke hulu. Dan dampak dari genangan ini ternyata bukan hanya satu sungai saja melainkan 3 (tiga) sungai.

Singkat cerita, tanpa persiapan matang. Nego harga, deal, berangkat. Saya tidak memperkirakan bagaimana suasana di lapangan. Yang penting berangkat. Toh leader kami tidak memberi wanti-wanti untuk persiapan lebih menghadapi pekerjaan di lapangan nanti. Dan, kami satu tim pun kaget termasuk saya setelah sampai lokasi. Jauh super parah dari apa yang saya bayangkan sebelumya. Daerah yang terisolasi, jauh dari peradaban, dan banyak budaya yang berbeda dari umumnya. Untuk itu saya mencoba untuk membahas dari beberapa sisi dan beberapa sudut sebagai bahan nostalgia saya nanti setidaknya. Atau malah semoga akan menjadi khasanah wawasan kita semua. Semoga berguna ya..

Regards

waw

Monday, July 2, 2018

Bertahan Hidup Di Dunia Pengukuran




Hidup itu memang berat kawan. Tidak bisa diprediksi, tidak bisa disiasati dan tidak bisa dimanipulasi. Sedangkan, hidup akan selalu tetap berjalan tanpa adanya tombol pause. Sebagai manusia biasa, kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Itu saja. Berusaha memprediksi kemungkinan di depan, berusaha mensiasati keadaan saat ini dan yang akan dating, dan berusaha memanipulasi demi kenyamanan. Tapi ingat, hanya sebatas berusaha dan tidak boleh “terlalu” berharap akan hasilnya. Berserah dan berdoa kepada sang maha semua adalah sandaran terakhir kita. Apasih ini kok intronya ke-bijak-bijak-an begini? Yup, sejatinya saya akan sedikit bercerita tentang bagaimana saya menata hidup saat pindah dari perantauan ke kampung halaman.

Jujur, semua usaha diatas sudah sebenar-benarnya saya lakukan. Dan seharusnya, setelah balik dari perantauan, kita tinggal menikmati hasil jerih payah. Dalam arti kata lain, kita tidak perlu berperih-perih lagi untuk mencapai kemapanan. Tapi nasib memang berkata lain, saya memang diharuskan untuk kembali menjadi pasukan “wani perih” untuk mendapatkan kemapanan.


Rencana kepindahan ini memang sudah dibuat sejak lama. Dan memang terlaksana. Alhamdulillah. Namun kembali lagi bahwa tidak semua akan berjalan sesuai keinginan kita. Bahkan yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Itu kata yang maha kuasa. Rencana kepindahan istri dari kedinasan di Lampung ke kedinasan di Semarang relative mulus tanpa ada hambatan berarti. Namun kepindahan “kedinasan” saya lah yang belum mendapat jalan yang lurus. Sebenarnya saya sudah mendapat jalan yang mulus itu saat jalan kepindahan kedinasan istri belum mulus. Yup, saya sebelum nya telah sukses pindah kedinasan namun istri belum. Akhirnya dengan pertimbangan anak2 juga, saya yang mengalah untuk menunggu kepindahan kedinasan istri selesai. Dan saat kepindahan kedinasan istri selesai, kesempatan kepindahan kedinasan saya belum dating lagi. (fyi : kedinasan istri negeri, kedinasan saya : swasta)

Akhirnya saya pun legowo untuk pindah tanpa adanya pegangan. Yup, saya lepas pekerjaan saat pindah dari Lampung ke Semarang. Dan resikonya saya harus mulai dari awal lagi (meski sudah punya pengalaman). Fyi, sejak dahulu, saya selalu saja tidak hoki jika mencari pekerjaan di tanah kampung halaman. Dan itu sebuah kutukan sepertinya. Buktinya, diLampung tanpa menunggu lama saya sudah mendapat pekerjaan yang cukup untuk dijadikan pegangan. Kutukan yang saya takutkan itu pun muncul kembali. Setidaknya 2 bulan saya tidak mendapat pegangan kembali, hingga seorang teman kantor lama (makasih om endra) menawari saya pekerjaan yang cukup menantang. Menjadi sales.


Langsung sikaat. Tapi menjadi sales tidak mudah kawan. Entah skil saya yang nol atau situasi yang tidak mendukung. Sungguh berat sekali menjadi sales. Bahkan saya tidak kuat hingga 1 tahun pun. Dan, pegangan itu pun lepas kembali. Ya, kembali ke hukum atau rumus yang saya utarakan didepan. Hanya bisa ngelus dada dan berujar “mohon bersabar, ini ujian”.

Lepas dari itu, saya kembali bingung, gundah, galau, pokoknya nano nano lah. apalagi kutukan itu kembali terngiang di kepala. Hingga akhirnya racun yang dulu sempat menjangkiti saya kambuh lagi. Menjadi seorang wirausaha. Tapi apa? Kata para motivator sih apa aja. Tapi karena saya orangnya pemikir, bahkan langkah pertama pun belum terjadi. Butuh waktu beberapa  bulan hingga akhirnya saya menetapkan satu pilihan. Konsultansi pengukuran.
 
dari chairunisageodesi.blogspot.com
Sumpah, saya adalah lulusan dari jurusan Fisika dan bukan Geodesi. Tapi, ini lah jalan ilahi. Semua berawal dari mengisi waktu luang dengan membantu prohek bapak mertua. Yup, bapak mertua sudah menjalani dunia pengukuran sejak berpuluh-puluh tahun silam. Untuk menambah wawasan, pengalaman, dan belum adanya kerjaan ikutlah saya “sedikit” terlibat ke babarapa proyek pengukuran. Saya sama sekali tidak punya niat untuk terjun ke bidang ini sebelumnya. Namun setelah masuk dan sedikit demi sedikit tenggelam, akhirnya berbelok lah arah fikiran saya. Hasil lumayan, penuh tantangan, dan tidak adanya ikatan. Itu system kerja yang sangat didambakan.

Dari proyek kecil-kecilan di BPN yang hanya mengukur bidang tanah dengan menggunakan meteran, hingga proyek yang cukup menegangkan larap bendungan di pulau seberang yang sudah berpegang pada alat ukur TS (Total Station) yang kekinian. Autocad? Ya saya juga belajar program itu. Dan semua itu saya pelajari otodidak alias mandiri. Lalu bapak mertua saya? Untuk masalah alat dan program yang kekinian seperti itu sudah tidak tahu dan tidak mau lagi berpusing ria. Sudah tua katanya.

Namun utnuk konsep pengukuran, saya akui beliau ini tiada duanya. Hanya kerana konsep-konsep nya lah saya mau dan bisa belajar tentang pengukuran. Yup, saya belajar Total Station sendiri hanya berbekal konsep pengukuran dari beliau, sama halnya saat saya belajar Autocad pun. Benar-benar tanpa mentor yang ahli di bidangnya. Makanya, saya masih berfikir keahlian saya di bidang ini masih sangat lah cetek. Ingin sekali rasanya belajar langsung dari yang master di biadang tersebut (Total station dan Autocad). Namun nyatanya tidak mudah mendapatkan hal itu. Harus berkorban waktu dan biaya yang banyak. Jika ada yang dekat dan sudi berbagi ilmu dengan newbi ini, alangkah bahagianya hati awak.

Bidang ini saya rasa prospeknya cukup baik. Dan saya akan mencoba mendalaminya lagi dan lagi. Semoga ini memang jalan terbaik yang disediakn untuk saya dari sang maha pencipta. Semoga bermanfaat.

Regards,
waw

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

whats in your mind?