visit on my page

Tuesday, December 4, 2018

Membuat Rumah di Hutan Surumana (suquel of Ongulara)



Episode 3 dari #sequelofongulara ini akan menceritakan tentang bagaimana rumah panggung itu dibuat. Setelah sebelumnya saya uraikan bagaimana kehidupan kami selama di Ongulara dan ada part yang kurang detail saya ceritakan tentang pembuatan rumah panggung. Tidak special memang, namun ini cukup unik dan perlu saya buat part tersendiri agar tidak saling bertabrakan alur ceritanya. Semoga teman-teman masih berkenan untuk mengikuti cerita saya. Atau setidaknya bisa sebagai bahan nostalgia saya nanti.




Hari itu adalah hari yang telah ditentukan untuk pindah tempat tinggal. Karena dirasa jarak tempuh sudah cukup jauh, maka kami ambil tempat yang sekiranya paling stategis untuk mengakomodasi tempat kerja kami selanjutnya. Beberapa tenaga lokal sudah berangkat dahulu ke tempat yang telah ditentukan untuk mempersiaplan segala sesuatu. Yang lain tentu membantu kami membawa barang-barang penunjang kehidupan yang ternyata tidak sedikit. Perjalanan menempuh waktu setengah hari dengan jarak tempuh lebih dari 10 km dan tentu saja berbonus jalan naik turun tebing. Terik matahari menusuk hingga ubun2 saya. Hari itu sangat tidak mendukung kegiatan puasa saya. Maka saya pun memutuskan untuk tidak puasa pada hari itu. Dan alhamdulillah hingga akhir romadhon, saha hanya bolong 1 hari itu saja. Semakin sempurna lagi, saat perjalanan hampir habis, hujan turun cukup lebat.


Tepat di muara sungai Kaenu dan Sungai Ongulara kami memilih tempat untuk mendirikan . hanya berjarak beberapa meter dari bibir sungai kaenu. Singai ini cepat sekali naik alias banjir saat hujan turun lebat. Untung kami memilih ditempat uyang agak tinggi untuk menanggulanginya. Saat sampai sana, ternyata rumah sudah selesai separuh. Saya hanya bisa “menikmati” cara mereka membuat rumah itu hingga selesai di sela sela rintik hujan.

Hanya berbekal golok dan beberapa bilah bambu akhirnya tidak lebih dari satu hari rumah sudah jadi. Bisa teman-teman lihat saja di gambar, semoga bisa memberi gambaran bagaimana mereka membuat rumah panggung di tengah hutan. Hari itu memang kami dedikasikan untuk rumah baru. Dari membuat hingga menata semua keperluan sehari hari. untuk kelistrikan kami selalu membawa genset dari sejak awal pindahan. Dan ini adalah pindahan kami yang ke dua. 


Perlu diketahui pula bahwa tempat baru ini jaraknya adalah satu hari (pagi hingga sore) perjalanan dari tempat pertama kali kami tinggal. Dan disini hanya ada satu toko kelontong yang sangat minimalis yang belanja paling seminggu sekali. Jangan dibayangkan mereka kulakan memakai mobil bak terbuka. Hanya satu kresek dengan berat tidak lebih sari seperempat kuintal. Apa yang bisa dibelanjakan dengan storage sebesar itu. Paling beberapa liter beras beberapa bungkus rokok, dan beberapa perlengkapan sembako. Pantas saja harga barang disini bisa 2 hingga 3 kali lipat harga eceran tertinggi. Untuk itu, kami memilih seminggu sekali mengirim kurir untuk berbelanja di ongulara. Itu pun pasti membutuhkan waktu minimal sehari semalam.



Dengan kondisi gubug masih basah karena hujan, terpaksa kami pun merebahkan badan untuk sekedar memejamkan mata dan mengumpulkan tenaga kembali sebagai bekal kerja esok hari. 
selamat tidur.

Regards,

waw

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

whats in your mind?