visit on my page

Monday, January 28, 2019

Bantalan, Mata Pencaharian Mayoritas Warga Ongulara - sequel of Ongulara



Bantalan, iya saya juga baru mendengar istilah itu setelah menginjakkan kaki di Ongulara. Sebelum semakin jauh, saya bikin pengantar dulu ya. Ongulara adalah derah terpencil di Kecamatan Banawa Selatan Kab Donggala. Letaknya di bantaran sungai Surumana. Ada pula daerah lain diatas (naik menyusuri Sungai Surumana) Ongulara yakni Bambakaenu dan Likumariada yang memiliki topografi yang sama. Mereka akan bercocok tanam jika mempunyai lahan, itu pun masih dihantui dengan “galak” nya Sungai Surumana yang sering banjir di musim penghujan jika lahan mereka terletak di bantaran sungai. Karena kebanyakan penduduk tidak mempunyai lahan, maka mereka mencari rejeki dengan mencari Bantalan.

Bantalan adalah potongan kayu dari pohon yang diambil di hutan sepanjang sungai. Ada 3 sungai di sana. Surumana, Kaenu, dan Panjanga. Semuanya dijadikan sarana mencari Bantalan. Dengan menebang pohon tak jauh dari Sungai, kemudian di buat balok-balok, lalu dibawa ke bawah dengan bantuan arus Sungai. Di bawah sudah ada “penadah” yang siap membayar mereka sesuai kuantitas dan kualitas bantalan yang dibawa. 

Kayu atau pohon yang mereka tebang sebenarnya adalah milik perhutani. Mereka hanya diberi hak untuk mengelola lahan tanpa merusak pohon yang sudah ada. Jelas tindakan ini adalah ilegal meski sudah melibatkan hampir seluruh penduduk di daerah Ongulara. Petugas perhutani memang sesekali datang untuk sweeping. Namun mereka hanya memberi pengarahan atau peringatan keras saja. Pasalnya belum ada penduduk yang dibawa ke meja hijau karena mencari bantalan. Jelas sisi kemanusiaan menjadi alasan mereka tidak ditindak tegas. Jika benar ditindak tegas, lalu mereka makan apa? Ini pun menjadi buah simalakama sebenarnya. Biarlah alam yang menseleksinya.

Terkadang atau mungkin sering ada orang dari luar yang memborong bantalan dengan jumlah tertentu. Personil pencari bantalan dalam satu sesi biasanya ada 3 orang. Satu leader, dan 2 helper. Ya, mereka mengerti istilah itu dari mana kalau gak dari pemborong. Leader adalah yang bertanggung jawab atas semuanya dari pemborong. Proses kerja, hasil, hingga upah leader lah yang bertanggung jawab. Helper sendiri adalah orang2 yang dicari oleh leader untuk membantu pekerjaan. Helper yang membayar adalah Leader. Helper biasanya bertugas utama membantu proses penebangan hingga membawa hasil ke bawah. Leader sendiri selain sebagai penanggung jawab, tugas utamanya adalah memegang alat mesin sensor (baca mesin pemotong kayu) sebagai penebang kayu dan pemotong kayu. Satu team berangkat ke lahan dengan pohon yang sesuai keinginan sekitar sungai. Berbekal DP yakni satu mesin sensor dan beberapa rupiah untuk bekal selama dihutan mereka pun siap mencari bantalan. Biasanya mereka mendirikan pondok di sekitar tempat mereka mencari bantalan karena dalam satu sesi, mereka bisa membutuhkan waktu satu bulan. Bantalan dibawa secara bertahap hingga dirasa sudah sesuai perjanjian dengan pemborong. Setelah selesai, leader mendapat bayaran dari pemborong lalu uang pun dibagi sesuai job desk masing-masing.

Selain dengan model pemborong, mereka yang tetap membentuk satu team mencari bantalan lalu dibawa ke bawah untuk dijual ke penadah. Dan ini lah yang paling sering dilakukan penduduk Ongulara dan sekitarnya. Makanya tidak aneh jika setiap saat berseliweran para pembawa bantalan dari atas ke bawah dengan cara merakit.


Jelas ini pekerjaan yang cukup berat. Jelas pula ini adalah pekerjaan yang tidak melanggar hukum bagi mereka. Pohon tidak ada yang menanam, bahkan tumbuh di lahan yang mereka kelola sejak lama, lalu mereka tebang untuk dijual, untuk menghidupi keluarga mereka. Lalu dimana salahnya? Di sisi lain para penyuluh kehutanan atau polisi kehutahan pun hanya bisa memberi peringatan keras tanpa tindakan tegas karena sisi kemanusiaan. Sebenarnya para pencari bantalan pun lari terbirit-birit jika melihat ada polisi hutan. Jika tertangkap, mendapat peringatan keras, paling banter ada denda lalu pasti dilepas lagi. Dan, besoknya berangkat lagi untuk mencari bantalan. Lalu mau bekerja apa? Bertani atau berkebun pun mereka lakukan apa adanya. Penyuluh dari kabupaten pun tidak pasti beberapa bulan sekali kesana. Kalaupun ke sana tidak ada apresisi dari warga. mungkin dengan terealisasinya bendungan surumana nanti semuanya akan berubah. Dari terpencil menjadi ikut andil, dari tidak punya pola pikir menjadi mahir. Semoga... doakan saja..

Regards,

waw










No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

whats in your mind?