Dugderan. Salah satu kata yang langsung terlintas di benal kita saat berfikir tentang “menjelang bulan puasa”. Terkhusus orang semarang, saya saja yang bukan asli orang Semarang, kata dugderan sangat familiar di telinga. Saya secara pasti tidak tahu budaya dugderan itu sebenarnya seperti apa, historinya bagaimana, dan bagaimana pelaksanaanya secara utuh. Namun, kemarin saya menyempatkan untuk ikut menyemarakkan dugderan dengan mengunjungi daerah pasar johar kota semarang. Tentu karena istri saya yang ngedrel karena memang momen dugderan sangat historis baginya yang orang Semarang asli.
Kita muai dari historinya ya. Saya kutip saja dari postingan di wisatasemarang wordpress. Dugderan merupakan sebuah upacara yang menandai bulan puasa telah datang, dulu dugderan adalah sarana informasi peremintan kota semarang kepada masyarakat tentang datangnya bulan ramadhan. Dugderan dilaksanakan 1 hari senelum masuk bulan puasa. Kata dugder diambil dari perpaduan bunyi dugdug, dan bunyi meriam yang mengikuti yakni derr. Kata dugder tersebut dimulai sejak tahun 1881 yakni pemerintahan kanjeng bupati RMTA Purbaningrat yang pertama kali memberanikan diri menentukan awal bulan puasa dengan tabuhan bedug di Masjid agung dan diikuti dentuman meriam di halaman kabupaten. Dugder tersebut akhirnya menarik perhatian khalayak bahkan sampai luar daerah, sehingga banyak sekali penjual yang menggelar lapak. Lapak yang legend hingga kini adalah celengan agtau gerabah, mainan dari bambu, dan mainan warak ngendog. Hingga kini tradisi dugderan semakin lestari, bahkan semakin semarak karena pemerintah kota mengadakan rangkaian acara dugderan. Dari pasar rakyat, karnaval pasaukan merah putih, drumband, pakaian adat, meriam, hingga klimaksnya arak-arakan warak ngendog.
Kebetulan saya tahun ini tidak berkesempatan melihat prosesi karnaval. Beruntung tahun lalu kami sempat menikmatinya. Tahun 2019 ini kami hanya bisa memeriahkan pasar rakyat yang ada di kawasan pasar johar. Lokasi nya terletak di sepanjang Jalan memanjang tepat di depan pasar johar. Meskipun begitu, banyak pula yang menjajakan dagangannya di berbagai tempat seperti di depan kantor pos dan sekitarnya. Jika dahulu banyak dijajakan mainan dari bambu dan juga mainan warak ngendog, kemarin saya hanya menemukan banyak sekali mainan dari gerabah. Selain itu penjual pakaian, sepatu, tas, dan sebangsanya justru mendominasi. Penjual makanan pun banyak mangkal dari bakso, mie, soto, berbagai es, dan lain lain. Wahana mainan layaknya pasar malam pun banyak dibuka di sana.
Budaya semakin bergeliat dan bergeser. Dugderan yang dahulu memang tidak sama dan tidak bisa sama dengan dugderan yang sekarang. Yang jelas dan paling utama adalah tradisi warisan jaman dahulu baik untuk dilestarikan bagaimana pun bentuknya menyesuaikan jaman. Dengan semakin semaraknya dugderan setiap tahun, ini menunjukkan bahwa masyarakat masih cinta dan senang untuk mengingat tradisi budaya dahulu. Ini baik dan langkah pemerintah pun baik dengan memberi fasilitas kepada masyarakat untuk mengingat dan meramaikan tradisi dugderan ini. Semoga berguna...
Regards
waw
Your Affiliate Money Printing Machine is ready -
ReplyDeletePlus, getting it set up is as easy as 1...2...3!
This is how it works...
STEP 1. Choose affiliate products you want to promote
STEP 2. Add PUSH BUTTON TRAFFIC (it takes JUST 2 minutes)
STEP 3. Watch the affiliate products system explode your list and sell your affiliate products on it's own!
Are you ready to make money automatically??
Check it out here