Ikut urun rembug mengenai aturan tidak boleh ngangkang nya kaum wanita Lhokseumawe diatas kendaraan khususnya roda 2. Sudah banyak para blogger pemerhati keselamatan transportasi bersuara menyatakan kontranya pada aturan tersebut. Disini saya juga menyatakan ketidak setujuan saya akan peraturan tersebut dengan apapun alasannya. Karena meskipun berpijak pada syariat islam, namun keselamatan tidak boleh digadaikan. Berikut saya lampirkan juga isi edaran yang mengatur "anti ngangkang" di Lhokseumawe.
Berikut isi surat edaran yang mengatur para wanita Lhokseumawe yang tidak boleh ngangkang naik sepeda motor tersebut :
UNTUK MENEGAKKAN SYARI'AT ISLAM SECARA KAFFAH, MENJAGA NILAI-NILAI BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT MASYARAKAT ACEH DALAM PERGAULAN SEHARI-HARI, SERTA SEBAGAI WUJUD UPAYA PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE MENCEGAH MAKSIAT SECARA TERBUKA, MAKA DENGAN INI PEMERINTAH MENGHIMBAU KEPADA SEMUA IVI{SYAIL{KAT DI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE, AGAR:
1. PEREMPUAN DEWASA YANG DIBONCENG DENGAN SEPEDA MOTOR OLEH LAKI-LAKI MUHRIM, BUKAN MUHRIM, SUAMI, MAUPUN SESAMA PEREMPUAN, AGAR TIDAK DUDUK SECARA MENGANGKANG (DUEK PHANG), KECUALI DALAM KONDISI TERPAKSA ATAU DARURAT;
2. DI ATAS KENDARAAN BAIK SEPEDA MOTOR, MOBIL DAN/ATAU KENDARAAN LAINNYA, DILARANG BERSIKAP TIDAK SOPAN SEPERTI BERPELUKAN, BERPEGANG-PEGANGAN DAN/ATAU CARA-CARA LAIN YANG MELANGGAR SYARI'AT ISLAM, BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT MASYARAKAT ACEH;
3. BAGI LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN AGAR TIDAK MELINTASI TEMPAT-TEMPAT UMUM DENGAN MEMAKAI BUSANA YANG TIDAK MENUTUP AURAT, BUSANA KETAT DAN HAL-HAL LAIN YANG MELANGGAR SYARIAT ISLAM DAN TATA KESOPANAN DALAM BERPAKAIAN;
4. KEPADA SELURUH KEUCHIK, IMUM MUKIM, CAMAT, PIMPINAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU LEMBAGA SWASTA, AGAR DAPAT MENYAMPAIKAN SERUAN INI KEPADA SELURUH BAWAHANNYA SERTA KEPADA SEMUA LAPISAN MASYARAKAT.
DEMIKIAN HIMBAUAN INI KAMI SAMPAIKAN UNTUK DAPAT DILAKSANAKAN DENGAN PENUH KESADARAN DALAM UPAYA MENEGAKKAN SYARI'AT ISLAM.
Surat bernomor 002/2013 dan tertanggal 2 Januari 2013 ini ditandatangani Wali Kota Suaidi Yahya, Ketua DPRK Saifuddin Yunus, Ketua MPU Tengku Asnawi Abdullah, dan Ketua MAA Tengku Usman Budiman. Dalam tiga bulan ke depan, pemberlakuan edaran itu dievaluasi, kemudian direncanakan menjadi peraturan.
Mari kita telaah satu-persatu.
Pertama, untuk alinea pembuka disebutkan dengan terang bahwa alasan yang paling mendasari aturan tersebut adalah syariat islam kemudian disambung oleh menjaga nilai budaya. Menurut saya, seperti yang telah disampaikan oleh para pakar keselamatan jalan, bahwa dengan alasan keseimbangan, fokus, serta lazimnya tandem motor, membonceng motor dengan cara nyangkang adalah lebih aman dari pada menyamping. Dan disini, seharusnya (yang saya tahu memang begitu) syariat islam selalu memberikan keamanan dan kesejahteraan bagi umatnya. Dan tentu penerapan aturan ini sangat bertentangan dengan esensi syariat islam itu sendiri. Mungkin agak lain dengan adat dan budaya. Ini biasanya lebih mengikat, dalam arti harus dilakukan bagimanapun konsekuensinya. Namun daerah yang baik akan selalu mempunyai adat yang melindungi segenap warga.
Berikutnya pada poin pertama, jelas sekali larangan yang termaktub disana "TIDAK DUDUK SECARA MENGANGKANG". Dan berarti pilihan yang harus dipakai adalah DUDUK MENYAMPING. Memang seharusnya pembuat aturan menelaah lebih dalam lagi efek dari aturan nantinya. Atau mungkin karena belum mempelajari secara mendalam? Atau peara pembuat aturan jarang naik sepeda motor?
Lah, poin kedua ini lebih parah lagi. Jika poin pertama sudah dilaksanakan, maka jika poin kedua juga dilaksanakan, bagaimana? Sudah bonceng samping, tidak boleh pegang-pegang atau peluk-peluk?? Bukannya akan lebih tidak aman lagi..Bonceng ngangkang saja perlu pegangan agar tidak jatuh, apalagi kalau bonceng nyamping. Memang perlu untuk dikaji ilang aturan ini.
Nah, kalo poin ketiga ini pas dan benar serta tepat sekali. tidak boleh berpakaian yang tidak sopan di tempat umum. Heran juga dengan aturan yang seperti itu di tanah Aceh. Walupun terkenal dengan julukan "serambi mekah" namun janganlah terlalu ekstreem untuk menegakkan syariat islam yang bukan pada tempatnya. Jangan-jangan nanti wanita dilarang memakai celana alias harus memakai rok. Yah, petinggi pun sudah banyak yang salah kaprah.
Poin empat ditujukan kepada para petinggi untuk mensosialisasikan peraturan yang telah dibuat. disini mestinya dapat digunakan sebagai alat evaluasi terhadap peraturan tersebut. Kajian ulang perlu dilakukan oleh para petinggi dan pihak terkait untuk menimbang kembali peraturan yang telah dibuat sebelum disosialisasikan. Jangan sampai karena (sebenernya) niat baik aturan ini sehingga banyak warga yang menjadi korban ketidak selamatan di jalan. Jangan karena dalih syariat islam lalu keselamatan pun digadaikan. Karena memang tidak sedikit kecelakaan di jalanan dikarenakan berbonceng yang tidak semestinya. Peraturan haruslah berdasar pada kesejahteraan dan keselamatan warga. Semoga berguna...
Regards,
waw
Link Terkait :
wat wat gawoh lha sakik hulu nyak
ReplyDeleteembuh aing ora mudeng.
Deletepokokmen wat gawat tenan. hehehe