visit on my page

Saturday, October 6, 2018

Perjalanan Palu - Donggala - Ongulara - central of sulawesi

Baik, mari kita berangkat ke Ongulara. Saya dari semarang tentu harus menggunakan pesawat dibanding menggunakan kapal laut. Tujuan utama kita adalah Kota Palu. Kalau dari semarang ada beberapa opsi. Kita bisa berangkat dari bandara ahmad yani semarang, transit di Jakarta lalu ke Palu. Atau berangkat dari semarang, transit di Surabaya, kemudian Balikpapan atau Makasar lalu ke Palu. Atau Berangkat dari Surabaya/Solo/Jogja kemudian transit ke Balikpapan atau Makasar lalu ke Palu. Sejauh ini sih yang paling ekonomis adalah berangkat dari Surabaya. Namun yang paling praktis adalah berangkat dari semarang. Tergantung budget lah ya.

Sesampai di bandara Mutiara Sis Al jufri Kota Palu, perjalanan pun dilanjut ke Kabupatren Donggala. Sepertinya ada sih kendaraan umum dari Palu sampai ke Watatu, karena Watatu sendiri (pusat kecamatan Banawa Selatan) adalah merupakan jalur trans yang ramai kearah Mamuju. Namun, karena satu dan lain hal, kami memilih menyewa mobil untuk mencapai Ongulara. Dua orang dari kami sengaja menggunakan motor karena memang dipersiapkan untuk mobilitas nanti di lapangan. Dan, saya adalah salah satu personil penunggang motornya.


Perjalanan ke Donggala membutuhkan waktu 1 hingga 2 jam perjalanan dengan suasana perjalanan yang biasa saja tanpa ada hal yang berarti. Dari Donggala perjalanan dilanjutkan ke kecamatan Banawa Selatan yang berpusat di Watatu. Perjalanan membutuhkan waktu hampir 2 jam. Perjalalan yang ini cukup menarik karena banyak pemandangan lautan dari jalan yang kita lalui. Jalan yang berada di perbukitan sehingga terlihat cukup jelas dan indah laut yang ada di bawah. Tidak ada yang menarik selain itu kecuali anda suka sapi atau kambing yang berkeliaran di jalan raya. Asyik juga perjalanannya, pemandangannya keren cuy. Nah, sampailah kita di Watatu.

Sampai di sini suasana masih sangat manusiawi. Selayaknya pusat kecamatan semua ada di sini kecuali supermarket seperti indomaret atau alfamaret yang masih belum ada di sepanjang jalan raya. Namun banyak sekali toko2 besar yang buka di pinggir2 jalan. Pasar pun tentu ada dan cukup lengkap dengan harga yang masih masuk akal. Penginapan2 pun juga tersedia disini dengan budget antara 100 ribu higga 500 ribu. Counter2 hape yang menjual pulsa pun marak di sana. sinyal hape masih sangat baik dan cukup untuk sekedar video call. Pom bensin hanya ada satu dan tidak berlabel pasti pas. Kondisi pompa dan bangunan nya pun masih teramat jadul. Ini mungkin SPBU lama yang masih beroperasi hingga kini. Selain itu masih sangat layak untuk ditinggali dan tidak ada masalah berarti.


Dari tugu kecil di pertigaan watatu kami pun masuk untuk bisa sampai ke Ongulara. Karena musim hujan, gerimis pun datang tak diundang. Perjalalan tetap berlanjut karena driver kami takut kemalaman. Jalalan khas pedesaan sudah mulai terasa setelah 1 km kami lepas dari jalanan aspal. Belok kanan kiri lurus dan seterusnya sampai driver kami pun lupa arah jalan. Setelah tanya ke warga sekitar (hingga 3 kali), perjalanan pun berlanjut. Setelah hampir 1 jam perjalanan dari watatu, saya lihat kanan kiri, terkaget juga karena agak jarang ada penampakan rumah panggung. Satu hal yang menurut saya menarik karena terkesan kolosal nan klasik. Wah ada rumah panggung nih, sepertinya ini rumah khas orang sana ya.



Tanampulu. Kami melewati suatu desa setelah lepas dari Kawasan watatu tadi. Desa yang cukup hidup dengan masjid yang cukup besar. Konon katanya desa ini adalah tujuan para trasnmigran. Makanya banyak sekali suku yang tinggal di sini. Desa ini pun masih cukup layak untuk ditinggali meski ada beberapa hal yang scary seperti kondisi jalanan. Saya akan kupas tersendiri desa ini di lain artikel.



Jalanan pun sudah mulai tidak karuan alias jalan sudah banyak yang rusak. Parah dan semakin parah seiring perjalanan semakin masuk ke pelosok. Bahkan setelah perjalanan sudah lebih dari 1 jam, jalanan rusaknya sudah tidak bisa ditolerir. Tanpa batu batuan sebagai layaknya jalanan pedesaan, namun benar benar lumpur yang ada di tengah jalan. Tercengangnya lagi, jembatan dibangun bukan dari semen melainkan dari balok balok kayu yang ditata. Dan herannya, mobil ternyata bisa lolos lewat di jembatan itu. Omigot, perjalanan macam apa inih.




Tercengangnya bukan sampai situ saja. Wtf nya lagi ternyata ada sungai yang melintasi jalan (meski tidak besar dan tidak dalam). Yup, air itu mengalir bebitu saja tanpa adanya jembatan yang menyertai. Walhasil, kendaraan mau tidak mau harus trabas itu sungai atau silahkan kendaraan ditinggal lalu penumpang jalan kaki untuk melanjutkan perjalanan. Karena tidak dalam kondisi banjir, maka kendaraan bisa melintasi sungai itu meski saya merasa jiper juga. Itu pun setelah ada beberapa motor yang menyeberangi sungai tersebut. Sudah puas jipernya? Bukan hanya sekali kawan, kita menyeberang sungai di tengah jalan, tapi 2 (dua) kali. Dan sungai yang kedua lebih besar dari sungai yang pertama. Untuk menaklukkan sungai yang kedua  butuh keahlian berkendara tingkat dewa agar motor tidak mogok minum air sungai. Setelah lolos, beberapa ratus meter kemudian, kami disambut oleh Sungai Surumana. 





Nah, ini sungai ketiga yang harus diseberangi. Jangan coba2 melewatinya dengan kendaraan bermotor ya kawan. Ini sungai jumbo soalnya. Dan, lihatlah di seberang sungai! Itu adalah Desa Ongulara dengan warganya yang seakan akan menyambut dengan riang gembira. Nyeberangnya pegimane? Ya pake rakit dong. Then, mari kita naik rakit untuk yang pertama kali… Dengan rakit bambu yang cukup lebar, kami, motor, dan barang bawaan kami pun berhasil menyeberang ke Desa Ongulara. Dulu, disini sebenarnya ada jembatan model gantung sebagai media penyeberangan, namun rusak akibat keganasan Sungai Ongulara. Selesai naik rakit, kamipun diarak menuju rumah kepala dusun dalam suasana rintik gerimis. Yes… truly ethnic runaway. Apa? Mayoritas disini rumah nya panggung? Ngepain saya tadi poto2 rumah panggung di perjalanan kalo yang di sini lebih etnik?  Mampus dah, mari kita mulai petualangannya…

Regards

waw

Sequel of #ongulara
https://wawwiwiwaw.blogspot.com/2018/07/mari-mulai-berpetualang-di-celebes.html
















No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

whats in your mind?