Jakarta. Sebuah nama yang sungguh
tidak asing di telinga. Apapun yang melekat pada nama tersebut adalah suatu hal
yang paling. Kota yang paling rame, kota yang paling maju, kota yang paling
kumuh, hingga kota yang paling canggih seIndonesia. Dialah Jakarta. Pantaslah
jika Jakarta menyandang predikat metropolitan. Jika dibedah secara mendalam Jakarta memang
sebuah kota yang sebenarnya menyedihkan. Sudah menjadi rahasia umum jika
Jakarta adalah kota yang kumuh (di beberapa sudut), kota dengan angka kriminalitas
yang tinggi, kota dengan biaya hidup yang bikin kurus badan, dan lain
sebagainya. Tidak bisa hidup keras maka harus legowo untuk ditindas, itulah
kalimat yang mungkin dapat menggambarkan situasi kehidupan Jakarta hingga saat
ini. Sebenarnya buanyak permasalahan yang perlu dibicarakan dengan latar
belakang Jakarta, namun kali ini saya coba akan bahas tentang polusi.
Macet, yah keluhan dari jutaan
pengguna jalan di Jakarta. Semakin membludaknya volume kendaraan yang tidak
dibarengi dengan improvisasi infrastruktur jalan semakin menjadikan jalanan di
Jakarta bertambah sempit. Bukan hanya itu saja, coba dibayangkan emisi yang
dihasilkan beribu-ribu kendaraan tiap harinya. Tak pelak Gas yang bercampur
dengan senyawa beracun menjadi santapan rutin penduduk kota tersebut. Karena
banyaknya emisi gas buang yang mencemari udara Jakarta, disinyalir dapat
menjadikan gangguan pernafasan ringan, berat, hingga resiko kematian. Yah,
apalah daya.
Akibat yang ditimbulkan dari
rusaknya komposisi udara sehat di Jakarta konon menurut data dari Dinas
Kesehatan menyebabkan pembengkakan dana kesehatan yang sangat fantastis. 30
trilyun rupiah lebih telah digunakan penduduk Jakarta untuk biaya kesehatan akibat
polusi udara. Angka yang tidak sembarangan, sebab dengan uang sebanyak itu bisa
digunakan untuk membangun Jakarta lebih baik lagi pada sector transportasi
khususnya.
Memang sangat dipelukan kesadaran
dari penduduk Jakarta itu sendiri. Baik pengurangan penggunaan kendaraan
pribadi dan beralih ke transportasi umum. Pemilik armada transportasi umum pun
harusnya punya kesadaran untuk selalu mentaati standar ambang batas emisi
buang. Kemudian kesadaran diri para biker atau para pejalan kaki untuk memakai
masker disaat bepergian adalah cara preventif untuk mengurangi dampak dari
polusi udara pada diri mereka. Semua punya tanggung jawab, dan semua punya
kesadaran masing-masing untuk membangun tempat tinggal menjadi semakin ‘nyaman’
ditempati. Bukan tanggung jawab dan kesadaran gubernur atau pemerintah saja,
namun tiap individu berkewajiban untuk itu.
Semoga berguna…
Regards,
Waw
yang pake mobil malah ga kena polusi secara langsung, padahal menyumbang polusi yang lebih banyak
ReplyDeletesedangkan para rider justru mengkonsumsi polusi yang buanyak, padahal menyumbang polusi yang lebih sedikit
ironis lagi pejalan kaki. tidak menyumbang polusi tapi malah menghirup polusi paling buuuanyaaak...
Di jalan raya berlaku juga Hukum Rimba ternyata...
DeleteJalan Raya = Hutan kah??